Astronesia-Namanya saja sudah mengandung kesan horor. Apophis merupakan istilah Yunani untuk Apep,  tokoh dalam mitologi Mesir Kuno yang dikenal sebagai sang penghancur.  Dialah penguasa kegelapan abadi yang dilambangkan sebagai ular sekaligus  musuh segala pelaku kebaikan. Barangkali persepsi sebagai “sang  penghancur” inilah yang mendorong International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama Apophis bagi sebuah asteroid segede bukit yang  semula hanya dikenal sebagai 2004 MN4. Betapa tidak, sejak ditemukan  pada pertengahan 2004, asteroid ini telah menghebohkan jagat seiring  hasil observasi awal menunjukkan ia memiliki kemungkinan untuk jatuh  bertumbukan dengan Bumi pada 2036 kelak selepas melintas-sangat dekat  dengan Bumi pada 2029. Meski kemudian observasi demi observasi  menunjukkan potensi asteroid ini untuk berbenturan dengan Bumi pada 2036  mendatang adalah cukup kecil, karena asteroid mungkin melintas sejauh  50 juta kilometer dari Bumi alias 130 kali lebih jauh ketimbang Bulan.
Asteroid Apophis pertama kali dijumpai sebagai bintik cahaya sangat  redup pada 19 Juni 2004 melalui teleskop pemantul dengan lensa  berdiameter 91 cm di Observatorium Nasional Kitt Peak, Arizona (AS). 
Asteroid ditemukan oleh trio astronom Roy Tucker, David Tholen dan  bernardi saat mereka sedang mengarahkan teleskop ke gugusan bintang Leo  dalam program Spacewatch, yakni program pemantauan benda-benda  langit asing (asteroid/komet) yang berpotensi bahaya bagi Bumi. Mereka  menjumpai benda langit sangat redup dengan magnitudo semu +20 alias 250  kali lebih redup dibanding planet kerdil Pluto.
Benda langit sangat redup itu adalah sebongkah asteroid seukuran bukit,  dengan diameter 325 meter menurut hasil observasi termutakhir berbasis  teleskop antariksa Herschel. Ia tergolong kelompok asteroid Aten,  yakni kelompok asteroid-asteroid yang hampir semua titik dalam orbitnya  berjarak lebih dekat dengan Matahari ketimbang Bumi. Apophis mengedari  Matahari menempuh orbit lonjong yang memiliki perihelion (titik terdekat  ke Matahari) 112 juta km atau sebanding dengan jarak rata-rata  Venus-Matahari. Sedangkan aphelionnya (titik terjauh ke Matahari)  sebesar 165 juta km alias sedikit lebih besar ketimbang jarak terjauh  Bumi-Matahari (yakni 152,5 juta km). Guna menyelesaikan sekali putaran  dalam orbitnya, Apophis hanya membutuhkan waktu 0,89 tahun.
Dengan demikian asteroid ini pada dasarnya menempati wilayah edar di  antara orbit Venus dan orbit Bumi. Namun Apophis tak pernah berbenturan  dengan kedua planet tersebut mengingat bidang orbitnya membentuk sudut  (berinklinasi) 3,3 derajat terhadap bidang edar Bumi dalam mengelilingi  Matahari (ekliptika). Sehingga senantiasa terdapat jarak yang cukup  besar kala Apophis melintasi titik potong orbitnya dengan ekliptika.  Setidaknya hingga 2029 kelak.
Pada Rabu 9 Januari 2013 pukul 18:43 WIB, asteroid Apophis melintas di  dekat Bumi dengan jarak pisah hanya 15 juta km alias 37 kali lipat lebih  jauh ketimbang Bulan. Titik terdekat di permukaan Bumi yang menghadap  ke Apophis adalah kawasan Samudera Pasifik bagian selatan. Namun meski  secara astronomis berjarak cukup dekat dengan ukuran Apophis pun cukup  besar, ia tetap hanya nampak sebagai bintik cahaya yang teramat redup  dengan magnitudo semu +15 atau 2,5 kali lebih redup ketimbang planet  kerdil Pluto. Karena itu butuh teleskop besar dan trik khusus guna  mengamatinya.
Potensi Tumbukan
Penemuan asteroid Apophis segera menyedot perhatian khususnya sepanjang  akhir 2004-awal 2005, tatkala dunia sedang diharubirukan dengan bencana  gempa akbar dan tsunami yang mengoyak sekujur pesisir Samudera Hindia  pada 26 Desember 2004, yang merenggut korban jiwa lebih dari seperempat  juta manusia. Saat data-data hasil observasi awal Apophis dimasukkan  dalam sistem otomatis seperti Sentry NASA (AS) dan NEODys (Italia dan Spanyol), muncul hasil mengejutkan. Apophis ternyata diduga berpotensi menumbuk Bumi pada 2029!
Hingga 27 Desember 2004, probabilitas tumbukan Apophis dengan Bumi  adalah 1 berbanding 37, sebuah nilai probabilitas yang cukup besar.  Namun dalam beberapa hari kemudian potensi tumbukan pun dikesampingkan  setelah data demi data observasi tambahan menyusul masuk. Seiring turut  berpartisipasinya teleskop radio terbesar di dunia yang terletak di  Observatorium Arecibo (Puerto Rico) dalam observasi Apophis, data  observasi yang sangat teliti pun diperoleh. Asteroid Apophis hanya akan  melintas-sangat dekat dengan Bumi pada 2029 kelak, namun sebaliknya ada  potensi tumbukan pada saat asteroid kembali melintas-dekat Bumi pada  2036 meski peluangnya sangat kecil sebab probabilitasnya hanya 1 banding  250.000.
Namun demikian perhitungan probabilitas ini mendapat kritikan tajam  karena mengasumsikan Bumi berbentuk titik tak bervolume, bukan sebagai  benda sferis (menyerupai bola) yang berjari-jari 6.378 km di  khatulistiwa-nya. Jika bentuk Bumi yang sesungguhnya diperhitungkan,  demikian pula dengan massa serta posisi Matahari dan planet-planet, maka  Apophis akan melintas dalam jarak antara 29.000 km hingga 49 juta km  pada Minggu 13 April 2036. Sehingga potensi tumbukan bisa  dikesampingkan, meski belum final.
Pada Sabtu dinihari 14 April 2029 pukul 04:46 WIB asteroid Apophis akan  melintas hanya sejauh antara 25.000 km hingga 55.000 km saja dari  permukaan Bumi kita. Dengan demikian Apophis berpotensi melintasi  kawasan orbit geostasioner, kawasan yang sangat berharga karena menjadi  lokasi favorit penempatan satelit komunikasi dan cuaca. Titik terdekat  permukaan Bumi yang menghadap langsung ke Apophis adalah Australia. 
Pada  saat itu kita di Indonesia akan menyaksikan Apophis nampak sebagai  bintik cahaya redup dengan magnitudo semu +3,4 yang bergerak dengan  kecepatan dramatis sehingga bergeser 42 derajat dalam setiap jamnya.  Meski redup, cahaya yang dipantulkan Apophis masih berada dalam batas  penglihatan mata manusia sehingga bisa disaksikan tanpa alat bantu  apapun (seperti teleskop maupun binokuler) sepanjang observasi dilakukan  di tempat yang benar-benar gelap. Perlintasan 2029 ini sekaligus bakal  mengubah karakter orbit Apophis dari yang semula menjadi anggota  kelompok asteroid Aten menjadi kelompok asteroid Apollo. Gravitasi Bumi  bakal mendorong asteroid ini sedemikian rupa sehingga orbitnya sedikit  berubah dan kelak memiliki aphelion di antara orbit Bumi dan Mars.
Memprediksi orbit asteroid dan kemungkinan tumbukannya dengan Bumi  adalah sulit. Asteroid dikenal memiliki orbit tak stabil, ditandai  dengan besarnya nilai kelonjongan orbit (eksentrisitas) dan  inklinasinya, yang membuatnya rawan menderita gangguan gravitasi  planet-planet dalam tata surya. Dengan demikian orbit asteroid Apophis  tak hanya ditentukan oleh Matahari, namun juga oleh gravitasi Venus,  Bumi serta dua planet raksasa massif: Jupiter dan Saturnus. Masalahnya  menjadi kompleks saat rotasi asteroid turut diperhitungkan. Sebagai  benda langit, rotasi asteroid membuat sebagian permukaannya diterpa  sinar Matahari sementara sebagian lagi tidak. Terpaan sinar Matahari  membuat orbit asteroid berubah, bergantung kepada sifat rotasinya.
Asteroid yang berotasi secara prograde seperti halnya Apophis  akan mengalami penambahan jarak ke Matahari secara konstan sehingga kian  menjauh. Sebaliknya asteroid yang berotasi secara retrograde  mengalami pengurangan jarak ke Matahari secara konstan. Situasi-situasi  tersebut membuat orbit asteroid Apophis di masa depan bakal berbeda  dengan orbit pada saat ini. Guna mengatasi persoalan ini, selain  mengandalkan observasi-observasi dari teleskop di Bumi dan teleskop  antariksa, telah digagas perlunya misi antariksa tak berawak khusus ke  Apophis seperti diusulkan Rusty Schweikart, mantan astronot Apollo. Misi  tersebut bertujuan menempatkan pemancar sinyal (transponder) di  permukaan Apophis, yang bakal memancarkan sinyal gelombang  elektromagnetik secara terus menerus sehingga posisi Apophis dari waktu  ke waktu dapat dideduksi dengan sangat akurat.
Skenario Tumbukan
Pasca perlintasan-sangat dekat pada 2029, asteroid Apophis kembali akan  melintas sangat dekat dengan Bumi pada Minggu 13 April 2036. Meski  peluang terjadinya tumbukan sangat kecil namun sama sekali tak bisa  dikesampingkan. Saat itu asteroid Apophis diperkirakan melintas di atas  Rusia, Samudera Pasifik bagian Utara, Amerika Tengah dan Samudera  Atlantik bagian tengah. Sehingga kawasan-kawasan inilah yang berpotensi  menjadi lokasi dimana asteroid Apophis jatuh ke Bumi andaikata tumbukan  memang benar-benar terjadi.
Bagaimana dampak tumbukan Apophis?
Dengan menggunakan skenario perlintasan-sangat dekat Apophis pada 13  April 2029 dimana Apophis melaju secepat 5,8 km/detik maka jika Apophis  menumbuk Bumi ia memiliki kecepatan tumbuk 12,4 km/detik atau 44.700  km/jam. Dengan diameter 325 meter dan estimasi massanya 66,5 juta ton,  hantaman Apophis dengan batuan sedimen di permukaan Bumi bakal  melepaskan energi hingga sebesar 1.226 megaton TNT, setara dengan  ledakan 61 ribu butir bom nuklir Hiroshima secara serempak. Energi  sebesar itu bakal mengoyak titik tumbuknya menjadi kawah selebar 5 km  sembari melepaskan panas tinggi yang mampu membakar obyek hingga sejauh  179 km dari titik tumbuknya. Jadi andaikata (misalnya) asteroid Apophis  jatuh di Jakarta, panas membakarnya bisa dirasakan hingga Indramayu.
Bersamaan dengan pelepasan panas, energi yang sangat besar juga  menciptakan gelombang tekanan (gelombang kejut) yang menjalar ke segala  arah mengaduk-aduk kolom udara disekelilingnya dengan dampak beragam,  meski skalanya lebih kecil dibanding terjangan panas. Jika Apophis  misalnya jatuh di Jakarta, maka bangunan berstruktur beton bertulang  (seperti gedung bertingkat dan jembatan) yang ada di Bogor bakal rusak  parah. Selain gelombang kejut di udara, energi tumbukan juga dijalarkan  sebagai gelombang seismik melalui kerak Bumi. Jika misalnya Apophis  jatuh di Jakarta, maka segala jenis bangunan mulai dari Bandung di  sebelah timur hingga Bakauheni di sebelah barat bakal terguncang oleh  getaran berintensitas 4 hingga 5 MMI. Getaran tersebut bakal cukup  terasa meski tidak berpotensi menyebabkan runtuhnya bangunan.
Situasi lebih kompleks bakal terjadi saat Apophis jatuh di lautan,  misalnya di Samudera Pasifik maupun Atlantik. Tumbukan akan membentuk  tsunami unik, karena melaju dengan kecepatan yang tergolong pelan untuk  ukuran tsunami, yakni hanya 200 km/jam. Namun konsekuensinya tinggi  tsunami menjadi demikian luar biasa. Dalam jarak 500 km dari titik  tumbukan, tsunaminya masih setinggi 7,3 meter dan bakal meningkat  menjadi 14,5 hingga 22 meter bila saat itu langsung menghantam pantai,  dengan akibat banjir bah air laut akan menyerbu ke daratan datar sejauh  1,7 hingga 3 km dari garis pantai. Dan bila jarak dengan titik tumbukan  sebesar 1.000 km, tsunaminya setinggi 3,5 meter dan bakal melonjak  menjadi antara 7 hingga 11 meter jika langsung bertemu pantai, dengan  akibat tsunami menerjang ke daratan datar sejauh 0,7 hingga 1,2 km.
Meski tumbukan asteroid Apophis tak bakal menghasilkan dampak lingkungan  global yang signifikan mengingat gas sulfurdioksida (SO2) yang  dibentuknya hanya berkisar antara 170 hingga 470 ribu ton, namun dalam  lingkup lokal maupun regional tumbukan ini bakal menelan korban  sekaligus menyebabkan kerugian material yang cukup besar seiring  pancaran panas, gelobang kejut, getaran dan potensi tsunaminya. Karena  itu tak mengherankan jika asteroid ini mendapatkan perhatian lebih besar  dari umat manusia.
Author: Ma'rufin Sudibyo
Asteroid Apophis, Sang Penghancur yang Mendekat Hingga 15 Juta Km
4/
5
Oleh 
Unknown




